Monday, July 6, 2009

Prasasti Masa Islam Di Pandeglang

DN. Halwany

Banten memang dikenal kaya akan potensi wisata spiritual. Seperti daerah Banten Lama di Kabupaten Serang misalnya, dikunjungi ratusan hingga ribuan wisatawan setiap liburan karena memiliki kawasan wisata peninggalan Sultan Banten seperti; Benteng Surosowan, Mesjid Agung, Klenteng Kuno, dan sejumlah makam keluarga Sultan Hasanudin. Kabupaten Pandeglang yang mempunyai kondisi alam yang indah dan sejuk dengan penduduknya yang ramah tamah dan taat beribadah membuat betah berada di daerah tersebut lingkungannya yang asri dan tertata rapih, berjarak 20 km dari Kota Serang, juga dikenal karena memiliki kawasan wisata Gunung Karang. Dalam buku potensi usaha pariwisata Kabupaten Pandeglang, yang diterbitkan tujuh tahun silam, disebutkan bahwa kawasan wisata Gunung Karang memiliki tiga objek kunjungan. Objek kunjungan pertama disebut Sumur Tujuh, Objek kunjungan kedua disebut pemandian air panas Cisolong, Obyek kunjungan ketiga Kolam Renang Cikoromoi yang dilengkapi tempat penziarahan Cibulakan. Objek penziarahan menjadi menarik diamati pengunjung karena di kolam pemandiannya terdapat Batu Qur'an, batu berukuran besar yang terletak di dasar kolam dan bertuliskan huruf-huruf arab. Diperkirakan batu bertuliskan huruf arab itu sudah berusia lebih 5 abad.

Pada kesempatan kali ini saya mencoba untuk menyjabarkan dan membuka tabir di daerah Pandeglang-Banten. Sebelumnya daerah Pandeglang diperkirakan sebagai daerah yang kurang menyimpan kepurbakalaan. Ternyata setelah melihat dan terjun dalam waktu yang relatif singkat sudah terkumpul data-data dan informasi tentang beberapa peninggalan kepurbakalaan sejak dari masa prasejarah hingga masa kini, waktu mencari informasi kami hanya beberapa hari saja untuk mencari data-data tentang prasasti masa Islam saat berjaya dan sampai dimana kekuasaan kerajaan Islam di bumi bagian selatan tanah Banten ini. Menurut hubungannya antara masa Islam dan praislam. Dapat kita lihat dari sisa-sisa prasejarah akan ditemui dibeberapa tempat mulai didaerah Cibulakan dan daerah Cimanuk. Di daerah Cibulakan akan kita temui situs Megalitik yang dikenal dengan Batu Quran, daerah tersebut menurut cerita setempat adalah berasal dari munculnya seorang tokoh penyebar agama Islam. Ada altar yang konon ada hubungannya dengan meiram. Sedang tempat munculnya tokoh tadi sekarang ditutup oleh sebuah batu yang konon menurut ceritanya berasal dari batu yang ada tulisan dalamnya. Jika dibandingkan dengan ketiga objek kunjungan tersebut yang paling banyak dikunjungi adalah objek kunjungan Batu Qur'an dan Sumur Tujuh terlehih pada hari-hari besar Islam yang sering dikunjungi umat Islam, seperti Maulud Nabi Muhammad, 1 Muharam, menjelang Ramadhan, Idul Fitri atau Idul Adha. Ribuan umat Islam selalu mengunjungi kedua objek wisata spritual itu, karena sejarah keberadaan objek wisata Sumur Tujuh dan Batu Qur'an konon erat kaitannya dengan kegiatan keluarga Sultan Banten dalam penyebaran Islam di abad ke-15.

Menurut cerita masyarakat setempat bahwa adanya batu tulis Qur’an karena Ki Mansyur, adapun Ki Mansyur yang juga disebut Maulana Mansyur oleh warga masyarakat Banten memang salah seorang ulama pemberani, cerdas, piawai dalam memainkan alat-alat kesenian bernapaskan Islam. Di masa kejayaan Sultan Hasanudin, Ki Mansyur yang juga cakap dalam ilmu pertanian dan komunikasi, beliau diserahi tugas untuk menjaga kawasan Islam Banten Selatan dan berdomisili di Cikaduen. Selama di Cikaduen, Ki Mansyur mewariskan banyak ilmu kepada warga Banten Selatan. Salah satu ilmu kesenian bernapaskan Islam yang ditinggalkannya dan hingga kini masih lestari adalah seni Rampak Bedug, kesenian tradisional yang mulanya digunakan warga Pandeglang hanya di bulan Ramadhan untuk membangunkan warga untuk makan sahur. Kesenian itu juga digunakan sebagai alat untuk mengumpulkan masyarakat Pandeglang menjelang Ki Mansyur menyampaikan pesan-pesan atau tugas kepada warga. Ki Mansyur juga mewariskan ilmu debus, kesenian yang inti sarinya bersumber dari Al-Qur'an yang bertujuan untuk penyebaran Islam. Kini Ki Mansyur bersama istrinya bersemayam di Cikaduen. Melihat bentuk nisan pada makamnya Ki Mansur biasa saja, tidak bercungkup dan dikelilingi oleh tembok. Pasangan nisan pada bagian kepala dan bagian kaki memiliki perbedaan, Nisan kepala mempunyai bentuk dan hiasan yang jarang ditemui pada nisan-nisan biasanya, sedangkan nisan kakinya ada beberapa persamaannya dengan hiasan yang ada pada nisan-nisan di daerah Demak. Tidak terdapat tulisan, hanya pada nisan bagian kepala terdapat Lafad Allah dan Muhamad.

Lokasi pemandian Batu Qur'an terletak di kaki Gunung Karang, tepatnya di Desa Kadubumbang, Kecamatan Cimanuk, Kabupaten Pandeglang. Lokasi pemandian memang sangat sederhana. Hanya ada sebuah kolam, tetapi, jika liburan panjang tiba, orang berdatangan ke pemandian tersebut hingga antre. Pengunjung selalu dibuat takjub. Menurut cerita kuncen, petugas penjaga pemandian Cibulakan, air kolam pemandian yang dalamnya hanya sekitar 1,5 meter hingga dasar kolam tak bisa kering sekalipun musim kemarau berlangsung panjang. Prof Dr Muarif Ambari dari Pusat Penelitian Arkeologi Nasional juga pernah mempelajari bagaimana mengeringkan kolam Cibulakan, kemudian Batu Qur'an yang ada diteliti asal-muasalnya. Ternyata sulit memang menyibak misteri yang ada disana. Pasalnya, air Cibulakan tak mudah kering kendati disedot pipa air bertekanan ratusan kubik per jam. Akibatnya, para ahli sejarah kepurbakalaan yakin bahwa batu bertulisan huruf-huruf Al-Qur'an yang ada di batu-batu di dasar kolam Cibulakan sengaja dibuat oleh pengikut Sultan Banten dalam rangka syiar Islam. Batu-batu itu telah dijadikan media pengikut Sultan untuk warga Banten tentang bagaimana menghormati air untuk diminum, bagaimana menghormati air untuk dijadikan wudhu, dan bagaimana menjadikan air sebagai modal kehidupan. Batu-batu berhuruf Arab itu lebarnya hanya sekitar 2 meter. Di pinggiran batu tersebut, terdapat sejumlah mata air yang deras dan bening airnya. Di lokasi itulah pula pengunjung sering berlama-lama berendam.

Setiap hari libur terutama jika saat Maulud Nabi Muhammad tiba, puluhan bus ukuran besar dari berbagai kota parkir di lokasi wisata penziarahan makam Ki Mansyur di Cikaduen, Pandeglang. Setelah mengunjungi makam Ki Mansyur, para wisatawan juga kerap menyempatkan diri berendam di kolam Cibulakan. Ketika pulang, pengunjung pun membawa oleh-oleh botol berisi air dari kolam Cibulakan. Dan kegiatan itu sepertinya sudah mejadi tradisi yang berlangsung lama. Hasilnya pun menakjubkan. Karena sangat yakin (sugesti) air kolam pemandian Batu Qur'an bisa dijadikan obat, banyak pengunjung yang semula menderita penyakit kulit kini sembuh. Ada yang sangat yakin, jika berendam di sekitar batu Qur'an tersebut penyakit kulit yang ada di tubuh akan mudah disembuhkan. Ada juga yang sering berendam di kolam Cibulakan kulit akan menjadi lebih bersih karena air kolam Cibulakan mengandung unsur obat kimia yang bisa menghaluskan kulit. Air kolam Cibulakan bisa dijadikan media penyembuhan beragam bentuk penyakit, semua cerita itu dari mulut ke mulut sehingga Cibulakan jadi termasyur, banyak hal bahwa batu Qur'an yang ada di kolam Cibulakan merupakan peninggalan Ki Mansyur, seorang ulama terkenal di zaman Kesultanan Banten abad ke-15.

Diharapkan dengan adanya berita atau naskah-naskah kuno didaerah Pandeglang dapat membantu membuka tabir misteri objek wisata spiritual kolam pemandian Batu Qur'an Cibulakan ataupun objek wisata yang alinnya di Pandeglang, sehingga data-data arkeologis yang ada akan menambah khasanah nuangsa budaya bangsa yang selama ini masih terpendam.

Proyeksi pertumbuhan ekonomi Asia Timur dan Pasifik